Perkembangan Baik Nasional Harus Diikuti Perbaikan Penanganan Oleh Pemerintah Provinsi

Perkembangan kasus di tingkat nasional telah menunjukkan perbaikan. Dimana pada kasus positif, kematian dan tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR), menurun dalam kurun 3 hingga 4 minggu terakhir. Sejalan dengan itu, kesembuhan juga meningkat. Meski demikian, Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengingatkan bahwa perkembangan baik ini harus terus ditingkatkan, agar seluruh provinsi di Indonesia berhasil mengendalikan kasus COVID-19 dan berdampak baik pada tingkat nasional. Dan juga perbaikan penanganan di daerah berkaitan erat dengan level PPKM. "Perkembangan baik ini tentunya menjadi kabar baik dan semangat bagi kita semua untuk dapat terus berupaya menekan kasus COVID-19. Setidaknya hingga mencapai keadaan sebelum terjadi lonjakan kasus," ujar Wiku dalam Keterangan Pers Perkembangan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Kamis (19/8/2021) yang juga disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden. Untuk perkembangan baik ini ditunjukkan data dengan adanya perbaikan kasus positif pada 25 dari 34 provinsi atau 73% dari seluruh provinsi. Ada 5 provinsi dengan penurunan kasus tertinggi yakni di Jawa Barat (-7.128), DKI Jakarta (-5.201), Jawa Timur (-4.407), Kalimantan Timur (-2.959) dan Nusa Tenggara Timur (-2.866). Penurunan kasus ini juga diikuti dengan menurunnya angka positivity rate dari 23,57% (2 - 8 Agustus 2021) menjadi 21,48% (9 - 15 Agustus) atau turun sebesar 2,09%. "Ini adalah perkembangan yang sangat baik karena, artinya sebagian besar provinsi di Indonesia sudah mengalami perbaikan dan sudah dapat mengendalikan penularan," imbuh Wiku. Namun, dari 34 provinsi di Indonesia, sayangnya 9 provinsi harus mengejar perbaikan penanganan. Karena kasus mingguan di minggu ini masih naik. Adapun provinsi-provinsi dimaksud ialah Jawa Tengah (2.952), Bali (1.094), Papua Barat (667), Kalimantan Tengah (553), Sulawesi Barat (295), Aceh (247), NTB (208), Maluku (167) dan Jambi (41). Untuk itu, fokus penanganan pada 9 provinsi ini harus diperkuat lagi. Karena 9 provinsi ini menjadi penyumbang kenaikan kasus mingguan di tingkat nasional. Dan perlu ditelaah lebih terutama pada angka kematian, kesembuhan, kasus aktif, BOR dan persentase terbentuknya posko desa/kelurahan di wilayahnya. Dan dari kesembilannya, perhatian tertuju pada provinsi NTB, Sulawesi Barat dan Papua Barat. Karena data menunjukkan keduanya mengalami kenaikan pada kasus positif dan kematian, diikuti menurunnya kesembuhan serta dampaknya terhadap angka BOR naik. Seperti di NTB, kasus positifnya bertambah 208 kasus, kesembuhan mingguan menurun 348 kasus, kematian mingguan naik 13 kasus, dan kasus aktif naik 99 kasus (per 15 Agustus 2021) dibandingkan minggu sebelumnya. Dampak dari kenaikan ini, meningkatnya BOR dari 29,10% menjadi 30,17% atau peningkatannya sebesar 1,07%. "Salah satu penyebab tidak langsung kenaikan kasus pada suatu provinsi disebabkan tidak maksimalnya kinerja posko. Dan di NTB tercermin dari jumlah pembentukan posko masih rendah, yaitu sebesar 13,37% posko terbentuk," masih kata Wiku. Sementara di Sulawesi Barat, meskipun kesembuhan meningkat tapi tidak lebih tinggi dari peningkatan kasus positif mingguan yang naik 295 kasus, kesembuhan hanya naik 202 kasus. Angka kematian juga naik 11 kasus dari minggu lalu. Pada kasus aktif, meningkat 181 kasus (15 Agustus 2021) dibandingkan minggu sebelumnya. Kabar baiknya, BOR menurun dari 39,94% menjadi 36,55% atau turun 3,39%. "Sayangnya pembentukan posko di provinsi ini masih sedikit, baru 26,92% desa/kelurahan di wilayahnya telah membentuk posko," lanjutnya. Sama halnya, Papua Barat pada kesembuhan meningkat 221 kasus dan tidak lebih besar dari penambahan kasus positif mingguan sebanyak 667 kasus. Angka kematian meningkat 9 kematian dibandingkan minggu sebelumnya. Meskipun kasus aktif dan BOR menurun, tetapi pembentukan posko rendah hanya 9,93% desa/kelurahan membentuk posko. Perkembangan kurang baik pada tingkatan provinsi hendaknya menjadi bahan refleksi bagi Pemda dan masyarakat. Karena, adanya penurunan kasus di tingkat nasional seyogyanya tidak menjadi justifikasi bagi Pemda untuk lengah. Pemda harus konsisten secara aktif membaca data perkembangan, di wilayahnya untuk langkah antisipasi. Seperti, maksimalkan fasilitas kesehatan dan penanganan kasus sedini mungkin. "Saya mohon gubernur 9 provinsi terutama NTB, Sulbar dan Papua Barat, agar segera memperbaiki penanganan. Jika kasus positif, kasus aktif dan BOR terus meningkat, segera konversi tempat tidur bagi pasien COVID-19. Dan bagi warga manfaatkan fasilitas tempat Isolasi terpusat," lanjutnya. Pembentukan posko juga penting karena dapat menjadi wadah koordinasi usaha penanganan pertama pada kasus COVID-19 di tingkat terkecil di RT/RW. Apabila Pemda mengalami kendala, mohon segera menyampaikan pemintah pusat agar segera dibantu. Ditekankan kembali, khusunya provinsi non Jawa-Bali dengan perkembangan kurang baik segera melakukan perbaikan mengingat pemerintah pusat rutin mengevaluasi PPKM tiap daerah. Apabila tidak ada perbaikan, maka tidak menutup kemungkinan tidak akan terjadi pelonggaran PPKM pada daerah tersebut atau bahkan peningkatan pengetatan PPKM apabila diperlukan. "Tentunya naikya leveling daerah akan berimplikasi pada pengetatan kegiatan dan membawa dampak pada kehidupan masyarakat. Karena dari itu saya harapkan pemerintah daerah lakukan perbaikan maksimal sebelum hasil evaluasi non Jawa-Bali diumumkan di minggu depan," pungkas Wiku.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.